Sunday 25 August 2013

The Last Concubine


Judul : The Last Concubine
Penulis : Lesley Downer
Tebal : 658 halaman 
Penerbit : Matahati

Kisah tentang seorang gadis petani yang menjejakkan kakinya di atas tandu emas dengan menjadi selir terakhir sang shogun. Ia berusaha menemukan jati dirinya di tengah intrik serta persaingan di istana para perempuan di kastel Edo, rumah dari 3000 perempuan dan hanya seorang lelaki--sang shogun muda.

Namun, perang saudara memorak-porandakan segalanya.

The Last Concubine adalah kisah kepahlawanan para samurai, keteguhan sikap para ronin, dan kesaksian seorang perempuan pada saat runtuhnya era Tokugawa.


Review:
Mungkin saya berharap terlalu tinggi dengan buku ini. Melihat tebalnya buku dan temanya yang mengenai keruntuhan klan Tokugawa di Jepang, saya berpikir kisahnya akan penuh dengan konflik dan kerumitan khas fiksi sejarah. Tapi yang saya temukan sama sekali berbeda.

Buku ini menceritakan Sachi, gadis biasa bermata hijau yang tinggal di sebuah desa kecil bersama orang tua angkatnya. Kedatangan Putri Kazu ke desanya mengubah nasibnya sebagai anak petani menjadi pelayan sang putri di Istana Edo. Pada zaman itu, perubahan status seperti itu dianggap suatu kehormatan. Semua orang berlomba-lomba untuk masuk ke istana walau hanya sebagai pelayan.

Tapi tentu saja hidup di istana tidak seindah itu. Istana Edo bagaikan sebuah harem dengan shogun sebagai satu-satunya pria yang berkuasa dan ribuan selirnya. Sachi dilatih menjadi perempuan terhormat di istana itu. Ia diajarkan cara menulis, mengarang puisi, bela diri, tata cara kesopanan... Selain itu, ia menjalin persahabatan dengan beberapa pelayan lain dan ia juga mendapat banyak cerita tentang keserakahan dan iri dengki antara para wanita istana yang ingin memperebutkan perhatian sang shogun. Kehidupannya cukup damai sampai akhirnya ia menginjak usia 17 tahun.

Putri Kazu, istri utama sang shogun belum juga hamil. Karena itu, ia pun memberikan Sachi pada sang shogun untuk dijadikan istri muda. Bayangkan. Anak angkat petani, pelayan, selir muda... Saya hanya tidak bisa percaya seseorang bisa memiliki nasib semudah itu. Saya menginginkan konflik sejarah dan terutama intrik wanita dalam istana. Tapi karena sudut pandang cerita hanya berasal dari Sachi, segalanya terlihat mudah dan penuh keberuntungan. Belum lagi ternyata sang shogun jatuh cinta pada Sachi sejak gadis itu masuk ke istana. Mata Sachi yang hijau dan kecantikannya yang berbeda membuat sang shogun terpikat. Kecantikan itu jugalah yang membuat Putri Kazu tergugah untuk membawa Sachi ke istana.

Lalu sang shogun meninggal karena wabah penyakit. Hidup Sachi berubah karena pada saat yang sama, klan selatan memanfaatkan kejatuhan sang shogun (Tokugawa adalah klan utara) dan juga kekaisaran yang dipimpin oleh raja muda untuk memulai pemberontakan. Untuk melindungi Putri Kazu, Sachi diminta menyamar menjadi sang putri dan melarikan diri. Tujuannya adalah agar para prajurit klan selatan mengejar dirinya dan bukan menyerang istana di mana sang putri berada. Dalam penyerangan yang hampir membunuhnya dan juga pelayan setianya, lagi-lagi keberuntungan membuat Sachi diselamatkan oleh tiga orang ronin (samurai tak bertuan). Ketiga ronin adalah pembela klan utara sehingga mereka memutuskan untuk melindungi Sachi. 

Sachi jatuh cinta pada salah satu ronin itu yang bernama Shinzaemon. Di tengah perjalanan itu, mereka menikmati waktu bersama walaupun kenyataan akan segera merenggut itu semua. Shinzaemon akan terus berperang membela klan Tokugawa, sementara Sachi akan kembali ke Istana Edo dan menjadi selir muda almarhum sang shogun. Pada zaman itu, hubungan antara orang istana dan ronin dianggap hina. 

Sesuai dengan sejarah, klan Tokugawa akan kalah. Klan selatan akan menang karena didukung orang asing yang memperkenalkan senjata dan teknologi mesin. Samurai vs senapan dan bom ... Sudah jelas kan siapa pemenangnya? 

Sejarah dan kondisi perang tidak terlalu banyak dibahas. Sachi hanyalah seorang di latar belakang dan boleh dibilang hidupnya cukup bahagia. Bahkan setelah ia kembali lagi ke Edo, ia menjalin persahabatan dengan orang asing bernama Edward. Edward yang jatuh cinta pada Sachi terus menolongnya di saat Shinzaemon pergi berperang. Itu sebabnya saya berpendapat kisah ini terlalu datar dan kosong. Untuk novel setebal ini, hampir tidak ada konflik yang ditawarkan. Masalah terbesar Sachi hanyalah penantiannya akan nasib Shinzaemon dan juga menemukan orang tua kandungnya. Bahkan status ayah kandungnya  akan menjadi penyelamatnya. Boleh dibilang Sachi tidak perlu melakukan apapun. Klan manapun yang menang, ia akan tetap selamat. 

Secara keseluruhan, saya merasa novel ini kurang memorable. Karakter Sachi terlalu biasa dan kosong. Cerita juga hanya berputar di sekitar dirinya saja sehingga saya tidak bisa mengenal karakter-karakter yang lain. Saya tidak bisa bersimpati dengan nasib sial tokoh yang lain karena saya tidak merasa dekat dengan mereka. Ending yang terlalu perfect juga agak merusak jalan ceritanya. Pada dasarnya, saya mengharapkan lebih dari sekadar ini. Apalagi dengan tema sekeren samurai. 

3/5

2 comments:

  1. intinya Sachi selalu beruntung :))
    belum ada buku hisfic yang bisa mengalahkan serial Jewel In The Palce (bagiku), kalau di suruh baca novelnya pun kayaknya pikir-pikir dulu, nonton serialnya sudah cukup sepertinya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Sachi beruntung banget bisa lolos trus hehe...
      Jewel in the palace ya? Saya sering banget denger serial itu, tapi episodenya banyak. Males nontonnya haha... Lebih milih baca saja deh :)

      Delete